Minggu, 08 Juni 2014

mutiara



Sobekan Lembaran Mutiara

Ambisius boleh tapi..
Jangan terlalu mengejar Nilai,,nanti kita lupa hakikat Belajar yang sebenarnya..
Jangan terlalu mengejar Hasilnya,,nanti kita lupa hakikat Kesuksesan yang sesungguhnya..
Jangan terlalu mengejar Kemenangan,,nanti kita lupa hakikat Pertandingan yang sesungguhnya..
Dan terakhir..
Jangan terlalu mengejar Seseorang,,nanti kita lupa hakikat Memiliki yang sebenarnya..
Bukan karena hari ini indah kita bahagia,,
Tetapi karena kita bahagia, maka hari ini menjadi indah..
Bukan karena tidak ada rintangan kita menjadi optimis,,
Tetapi karena kita optimis, maka rintangan menjadi tidak berarti..
Bukan karena mudah kita yakin bisa,,
Tetapi karena kita yakin bisa, maka semuanya menjadi mudah..
Hidup ini tidak seperti novel,,yang segala hal terasa baik, sedih, menyakitkan, dan penuh masalah,, maka dengan besabar kita akan membaca 10-20 halaman dan berikutnya semua cerita selesai berubah menjadi bahagia..
Di kehidupan nyata,,kita bahkan perlu 10-20 hari, bulan, atau bahkan tahun untuk bersabar agar semua cerita kita selesai dan berubah menjadi bahagia..
Karena itulah kita menjadi dewasa oleh kehidupan,,memiliki pemahaman yang baik karena proses kehidupan,,dan kita akan menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih kuat dari sebelumnya..

cerita 2



Kotaku yang Malang, Kota Malang
Sudah padat, sesak, macet, dan panas pula! Itulah sebagian curhatan Mahasiswa yang tidak terbiasa dengan perubahan cuaca yang terjadi di Malang saat ini. Kota Malang yang banayak dikenal sebagai kota dengan cuacanya yang sejuk untuk akhir-akhir ini perlu dikoreksi lagi untuk menyebutkan Malang merupakan kota yang “Sejuk”. Hal ini dapat dibuktikan dan dirasakan oleh mahasiswa di beberapa Universitas di Kota Malang yang ditemui. Musim hujan yang biasanya terjadi di Bulan Oktober hingga Bulan Maret untuk tahun sebelumnya dan tahun ini musim hujan sudah tidak menentu. Begitu pula dengan musim panas yang tidak menentu menimbulkan banyak fenomena alam yang menyimpang.
Isu Pemanasan Global atau yang biasa dikenal dengan bahasa kerennya “Global Warming” bukan lagi sekedar isapan jempol belaka, tapi sudah menunjukan wujud yang sebenarnya dihadapan umat manusia di bumi dengan semakin tidak nyamannya bumi sebagai tempat tinggal ataupun hunian makhluk hidup. Hal tersebut tidaklah keliru dan berlebihan bila melihat fakta dan hasil-hasil penelitian para ahli yang menunjukkan bahwa ada kecenderungan jumlah kadar gas rumah kaca seperti CO2 di atmosfer telah kelewat batas, yang terus menerus dimuntahkan dari bumi.
Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi secepat itu? Tidak berwujud dan hanya dapat dirasakan, ya begitulah hawa panas saat memasuki kawasan Kota Malang saat ini. Mengapa tidak, rumah-rumah banyak yang dibangun secara berdempetan dan saling bertautan untuk menjadi yang lebih tinggi dari yang lain. Rumah-rumah itu, juga sesak dengan penghuni terutama bangunan yang dibuat sebagai rumah tempat berteduh para mahasiswa perantauan (biasa dikenal dengan istilah kos-kosan). Lain halnya dengan rumah-rumah yang berjejer rapi memenuhi setiap sudut yang kosong, bangunan gedung-gedung baru di setiap Fakultas salah satu Universitas tidak mau ketinggalan untuk menjadi “Rumah Pintar” bagi para mahasiswa.
Kepadatan lalu lintas baik roda empat maupun roda dua juga mewarnai semaraknya jajaran jalanan pelosok Kota Malang ini. Rambu-rambu lalu lintas sepertinya juga tidak banyak membantu jika kemacetan masih saja terlihat diberbagai sudut kota terutama daerah-daerah kampus. Jalanan yang awalnya dua arah dibentuk sekian rupa menjadi satu arah dengan tujuan mengurangi kemacetan masih tetap saja kurang membantu. Polusi dimana-mana, jantung kota yang semakin berkurang, rimbunan pepohonan di pinggir jalan yang sudah jarang terlihat menambah kota ini semakin terasa panas.
Dampaknya sudah banyak terasa, masihkah kita membiarkannya terus seperti ini? Membuat kota ini semakin parah dengan cuaca panasnya? Mampukah kita merubah semuanya seperti semula? Terlambatkah? Jawabannya belum! Masih banyak cara untuk mengembalikan itu semua meski nantinya tidak sama persis seperti sedia kala. Tidak harus dimulai dengan hal-hal yang rumit dan besar. Dapat kita mulai denagn hal yang kecil dan mudah untuk mencapai hal besar, menanam pohon dan memulai penghijauan disekitar lingkungan, seperti memanfaatkan lahan yang ada meski tidak terlalu luas, menghemat daya yang dapat menimbulakan panas berlebihan dalam hal ini seperti penggunaan listrik, pemanfaatan air sesuai dengan kebutuhan karena saat ini baik di desa maupun di perkotaan telah terbukti bahwa pengguanaan air sangat boros, pengelolaan sampah yang baik juga bisa membantu megurangi timbulnya dampak dari Global Warming.

PUTRI CONAN

cerita 1



SALAH SEBUT
Seperti biasanya, setiap Hari Senin aku memulai aktivitas dengan berpuasa sunah meski jadwal kuliah padat. Untuk puasa hari ini untungnya tidak banyak menguras otak karena hanya satu mata kuliah saja yang harus aku dan teman-teman tempuh, namun beratnya adalah bukan dari puasanya melainkan dari SKS mata kuliahnya yang berjumlah 6 SKS. Mata kuliah RUA (Rancangan Usaha Agribisnis) ini dimulai dari pukul setengah tujuh pagi hingga pukul tiga sore. Untungnya lagi asisten yang masuk di kelas kami sagat baik dan pengertian sehingga praktikum yang diajarkan hanya sebentar dan untuk kuliahnya sendiri hanya diberi tugas saja.
Pukul 10.00 WIB kuliah berakhir dengan cepat dan dengan segera aku bersama salah seorang temanku bergegas pergi ke UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang letaknya tidak begitu jauh dari gedung yang kami tempati untuk sesuatu hal. Setelah melakukan kegiatan di UKM, kira-kira pukul 15.00 WIB, saya berniat kembali ke kampus untuk mengurus legalisir berkas-berkas sendirian tanpa ditemani teman. Di ujung jalan gedung yang akan aku tuju, aku melihat salah satu teman laki-laki yang dulu sempat sekelas di semester kemarin, niatnya ingin tidak menyapa karna dia berjalan bersama temannya yang juga laki-laki. Namun, apadaya dia telah melihat aku berjalan menuju arahnya sehingga mau tidak mau aku harus menyapanya atau setidaknya memberikan sedikit senyum manis untuknya.
Langkah kaki semakin lama semakin dekat dengannya hingga jarak kaki ini berjarak 3 langkah lagi dan,,,
“Reza”. Sapaku ramah dan hendak berlalu. Betapa kagetnya aku setelah sadar yang aku sapa bukanlah Qistan temanku, melainkan Adit yang juga teman sekelasku dulu.
Rasa malu yang aku rasakan tidak sebanding dengan tawa lucu dari temanku yang bernama Adit itu. Semangatku untuk menyapanya tadi seketika runtuh menjadi malu yang luar biasa. Dalam hati aku kapok tidak ingin menyapanya lagi jika bertemu dengannya, karna yang pasti Adit akan mengingat bagaimana wajah maluku waktu itu. Dengan cueknya dan tanpa merasa bersalah aku langsung masuk menuju gedung Fakultas yang aku tuju dan tidak ingin mengingat kejadian itu lagi.
Aku harap teman-teman apabila bertemu dengan temannya dan hendak ingin menyapa, aku sarankan agar teman-teman mengingat dulu siapa namanya dengan pasti, karna kalau tidak nama orang lain yang akan disebut dan muka merah akibat malu yang pastinya didapat.